ANALISIS CERPEN “JANGAN KE ISTANA,
ANAKKU” MENGGUNAKAN TEORI STRUKTURALISME GENETIK
Dosen pengampu: Dr. M. Shoim Anwar
Mata Kuliah: Teori Sastra
Oleh:
Zahrotul Widad (165200046)
PBSI/2016-B
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA
SURABAYA
2017
LANDASAN TEORI
Strukturalisme genetik
Strukturalisme genetic dikembangkan atas dasar penolakan
terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur
intrinsik. Baik strukturalisme genetik atau dinamik juga menolak peranan bahasa
sastra sebagai bahasa yang khas, bahasa sastra. Strukturalisme genetik
ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis.
Strukturalisme genetik memiliki impllikasi yang lebih luas dalam kaitannya
dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya.
Pandangan dunia merupakan masalah
pokok dalam strukturalisme genetik. Homologi, kelas-kelas sosial,
strukturalisme bermakna, dan subjek transindividual diarahkan pada totalitas
pemahaman yang dianggap sebagai kesimpulan suatu penelitian. Secara
metodologis, dalam strukturalisme genetik Goldmann menyarankan untuk
menganalisis karya sastra yang besar, bahkan suprakarya. Secara definitive
strukturalisme genetik harus menjelaskan struktur dan asal-usul struktur itu
sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep homologi, kelas sosial, subjek
transindividual, dan pandangan dunia.
PEMBAHASAN
1. Struktur
Cerpen
Tokoh
manusia yang diteliti di dalam cerpen meliputi: Tokoh “Aku”,
Dewi, istri Aku (Trihayu), Baginda, Permaisuri, putri Raja, Abdi istana, Ibunda
Baginda, penjaga istana.
Lingkungan
alam:
lingkungan istana dan gubuk (rumah) tempat anak “aku” tinggal.
Lingkungan
sosial: golongan atas (kerajaan), keluarga tempat tinggal
anak dari tokoh“Aku” dibesarkan.
Lingkungan
kultural:
tanah kerajaan, pedesaan.
2. Pandangan
Dunia Pengarang
Pengarang mengekspresikan pandangan dunianya di
dalam cerpen Jangan
ke Istana, Anakku, mewakili seorang tokoh. Cerpen ini
menggambarkan pandangan dunia pengarang yang tertindas, tidak berdaya, dan hidup dalam tekanan.
Tokoh “Aku” sebagai seseorang dari kelas sosial bawah yang tidak dapat
bertindak untuk menyelamatkan dirinya atau keluarganya dari kekuasaan para
penghuni istana.
“Siapa
pun bisa merasakan perihnya. Ketika istriku hamil muda, istana menjatuhkan
telunjuknya. Aku diwajibkan menjadi penjaga. Istriku menangis karena harus
dipisah. Kami sama-sama tak berdaya.” (Anwar. 2017:55)
“Trihayu,
istriku tercinta, lenyap ditelan istana. Bertahun-tahun taka da yang tahu
kelebatnya.” (Anwar. 2017:57)
“Anakku
dibawa masuk keruang istana. Berjalan mendekati teras, …. Mengapa aku, istriku,
dan anak kesayanganku, semuanya diganyang oleh istana…” (Anwar. 2017:60)
Kalimat tersebut
mengandung konsep pandangan dunia. Di dalamnya terkandung pandangan penulis
yang mewakili sosok “aku” yang hidup dalam tekanan kerajaan dan seluruh anggota
keluarganya pun lenyap di dalam istana, ia dijadikan penjaga dan istri serta
anaknya lenyap di dalam istana. Penulis menyampaikan apa yang dirasakan tokoh
aku yang sebenarnya sangat menderita selama hidupnya karena orang-orang yang
dicintainya telah direnggut darinya begitupula dengan hak-haknya untuk hidup
dengan bebas. Ia tidak bisa melawan, karena jika melawan maka nyawa taruhannya.
3.
Struktur Sosial
Struktur sosial
merupakan bagian dari analisis selain struktur cerpen dan pandangan dunia.
Berdarkan isi dari dari cerpen “Jangan ke Istana, Anakku” terdapat struktur
sosial. Di dalam beberapa kegiatan yang dilakukan tokoh ada kegiatan sosial,
pelakunya orang banyak yang tercakup pada satu komunitas tertentu. Hal ini
mengacu pada Sujek Kolektif yang berarti para tokoh merupakan anggota pada
kumpulan atau komunitas yang diceritakan dalam cerpen.
Contoh pada kutipan di bawah ini :
“…
baginda dan permaisuri mendengarkan kicauannya di teras, sambil menyeruput kopi
dengan aroma dupa dari ruang sesaji. Para penjaga bersiap waspada di tiap pojok
istana. Sesekali putri kecilnya muncul juga ke teras, dibelai halus oleh
baginda. Tapi sang abdi, dengan sikap membungkuk-bungkuk kayak kura-kura,
segera mengajak kembali ke taman keputrian.” (Anwar. 2017:54)
“keluarga
istana memang berkuasa tanpa batas. Tempat-tempat penting telah dimilikinya
dengan berbagai cara. Harta dan nyawa, bumi dan air, dan seluruh kekayaan di
dalamnya tak ubahnya milik istana. Penduduk yang menolak pasti akan raib
diganyang para begundal.” (Anwar. 2017:55)
Kutipan kalimat diatas
menunjukan struktur sosial, karena menggambarkan sebuah kumpulan orang-orang
dari ras yang berbeda, yaitu ras atas (keluarga kerajaan) yang sudah dikenal
dan memiliki kekuasaan dan ras bawah (penduduk desa). Dimana para keluarga
kerajaan (keluarga istana) memiliki kekuasaan penuh terhadap desa tempat
kekuasaannya. Para penduduk dirampas hak-nya, kebebasan, dan juga kebahagiaan
mereka telah direnggut. Mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan karena
jika melawan maka nyawa mereka akan lenyap.
Berdasarkan isi dari
Cerpen “Jangan ke Istana, Anakku” karya M. Shoim Anwar dapat diambil pemahaman
dari pembahasan diatas yaitu :
Dari struktur cerpen,
pandangan dunia pengarang, dan struktur sosial, dapat diambil pemahaman bahwa tokoh “Aku”
digambarkan oleh pengarang sebagai seorang yang benar-benar tertindas,
seseorang yang tidak dapat melakukan perlawanan atas perlakuan para petinggi
istana terhadap seluruh anggota keluarganya. Kebahagiaan yang menjadi hak nya
telah direnggut oleh keluarga istana. Bukan hanya tokoh “aku” yang mengalami
penindasan, para penduduk desa wilayah kekuasaan istana pun juga tak luput dari
para petinggi istana, para penduduk desa juga mengalami hal yang sama seperti
yang dialami tokoh aku.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
M. Shoim. 2017. Tahi Lalat di Dada Istri
Pak Lurah. Lamongan:
Pustaka Ilalang.
Kutha
Ratna, Nyoman. 2013. Teori, Metode, Dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar