ANALISIS CERPEN TAHI LALAT DI DADA ISTRI PAK LURAH KARYA
M. SHOIM ANWAR MENGGUNAKAN TEORI POSTKOLONIAL
Oleh:
Zahrotul Widad (165200046)
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas PGRI Adi Buana
Surabaya
PENDAHULUAN
Postkolonial
merupakan
sebuah wacana yang sangat menarik dan menantang. Melalui teks masyarakat
postkolonial mampu mengekspresikan dan menemukan sarana resistensinya yang
tajam. Menurut Foulcher dan Day (2008:4) postkolonial adalah salah satu kritik
sastra yang mengkaji atau menyelidiki karya sastra tentang tanda-tanda atau pengaruh
kolonial. Unsur-unsur postkolonial dapat ditemukan dalam karya satra seperti
cerpen, puisi, novel dan drama.
Teori
postkolonial dimanfaatkan untuk menganalisis khasanah kultural yang
menceritakan berbagai peristiwa yang terjadi di negara-negara pascakolonial.
Salah satu negara yang merupakan pascakolonial adalah Indonesia. Berdasarkan
pemahaman tersebut, sesungguhnya kritik postkolonial adalah suatu jaringan
sastra atas rekam jejak kolonialisme. Apabila ditelusuri dengan cermat, tentu
banyak karya sastra Indonesia modern yang merekam jejak kolonialisme bangsa
Barat dan Asia Timur Raya sepanjang sejarahnya. Atas dasar kenyataan sejarah
bahwa Indonesia pernah menjadi bagian dari kolonialisme atau bangsa yang
terjajah hingga ratusan tahun dan banyaknya karya sastra yang merekam jejak
penjajahan, tentu sastra Indonesia modern menjadi gudang penelaahan
postkolinialisme.
Masalah bahasa
berkaitan dengan pengaruh bahasa kolonial terhadap bahasa terjajah, cara
pengungkapan postkolonilitas dalam teks sastra Indonesia, dan cara yang
digunakan oleh para penulis bekas jajahan dalam mendekolonisasi (kesadaran
kebangsaan) bahasa penjajahan besar. Sementara itu, masalah identitas berkaitan
dengan masalah hibriditas, yakni masalah jati diri bangsa yang berubah karena
adanya pengaruh budaya dari bangsa kolonial.
Kekuasaan
kolonial Belanda membawa dampak terhadap perkembangan kesusasteraan di
Hindia-Belanda hingga masa periode awal kemerdekaan Indonesia. Kolonial sendiri
memiliki keterkaitan dengan sifat jajahan. Kolonialisme merupakan momen
historis yang melatarbelakangi suatu bangsa. Kolonialisme telah menghancurkan
sendi-sendi kehidupan dan kebudayaan masyarakat jajahan. Bisa berupa pemaksaan
bahasa, perbudakan, peniruan dan penggantian budaya dan pemindahan penduduk.
Berkaitan dengan kolonialisme, poskolonialisme mengacu pada praktik-praktik
yang berkaitan dengan ‘hirarki sosial, struktur kekuasaan dan wacana
kolonialisme’ Gilbert dan Tompkins (dalam Allen, 2004:207). Munculnya
poskolonialisme menjadi wacana intelektual utama, lebih utamanya di
negara-negara bekas jajahan.
Teori
postkolonial digunakan sebagai strategi pembacaan yang dapat diharapkan mampu
mengungkapkan pemaknaan baru. Metode struktural yang digunakan untuk menarik
benang merah terhadap unsur-unsur struktur cerpen
Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah karya M. Shoim Anwar.
Sumber data analisis diperoleh dari tuturan tokoh dan paparan dalam cerpen tersebut yang
menunjukkan relasi kuasa, subaltern, ambivalensi,
ambiguitas, dan diaspora.
PEMBAHASAN
Secara umum
postkolonial dipahami sebagai teori, wacana, dan istilah yang digunakan untuk
memahami masyarakat bekas jajahan, terutama sesudah berakhirnya imperium
kolonialisme modern. Dalam pengertian yang lebih luas, postkolonial juga
mengacu pada objek sebelum dan pada saat terjadinya kolonialisme. Oleh sebab
itu, Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya, Postkolonialisme Indonesia Relevansi
Sastra (2008:81—82) mengemukakan lima pokok pengertian postkolonial, yaitu (1)
menaruh perhatian untuk menganalisis era kolonial, (2) memiliki kaitan erat
dengan nasionalisme, (3) memperjuangkan narasi kecil, menggalang kekuatan dari
bawah, sekaligus belajar dari masa lampau untuk menuju masa depan, (4)
membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk fisik,
melainkan juga psikis, dan (5) bukan semata-mata teori, melainkan kesadaran
bahwa banyak pekerjaan besar yang harus dilakukan, seperti memerangi
imperalisme, orientalisme, rasialisme, dan berbagai bentuk hegemoni lainnya.
Dalam kaitannya
dengan kritik sastra, postkolonial dipahami sebagai suatu kajian tentang
bagaimana sastra mengungkapkan jejak perjumpaan kolonial, yaitu konfrontasi
antarras, antarbangsa, dan antarbudaya dalam kondisi hubungan kekuasaan tidak
setara, yang telah membentuk sebagian yang signifikan dari pengalaman manusia
sejak awal zaman imperialisme Eropa (Day dan Foulcher, 2008:2—3). Jadi, menurut
Day dan Foulcher, kritik postkolonial adalah strategi membaca sastra yang
mempertimbangkan kolonialisme dan dampaknya dalam teks sastra, posisi, atau
suara pengamat berkaitan dengan isu tersebut.
Seperti
pada novel tahi lalat di dada istri pak lurah, dimana ada konfrontasi antarras
antara pa lurah dengan rakyatnya,
“…meski taka da
waktu tanpa rasan-rasan alias bergunjing, kami memilih diam ketika ada Pak
Lurah lewat.” (Anwar, 2017:15)
“Penduduk serba
khawatir. Setelah berulang kali dipanggil Pak Lurah ke kantor, mereka terpaksa
melepaskan tanahnya karena batas-batas di sekitarnya sudah dimiliki pihak
pengembang perumahan.” (Anwar, 2017:17)
Kutipan tersebut
mengungkapkan bahwa perbedaan jabatan ataupun kedudukan dalam suatu wilayah
menjadikan seseorang menjadi sombong bahkan juga merasa berkuasa dan
menyalahgunakan kekuasaan tersebut.
Relasi
Kuasa
Fanon menyatakan
bahwa melalui dikotomi kolonial, penjajah-terjajah, wacana oriental telah
melahirkan alienasi dan marginalisasi psikologis yang sangat dahsyat (dalam
Ratna, 2007:206). Pendapat tersebut diperjelas Ratna bahwa kekuasaan tidak
terbentuk secara struktural, melainkan mengalir melalui masyarakat secara
kapiler, kekuasaan bukan karena menguasai segala-galanya, melainkan karena
berasal dari mana-mana (2007:210).
Pendapat Fanon
marginalisasi psikologis dikotomi kolonial telah didukung oleh pendapat Piliang
bahwa terdapat permainan gender-meskipun berlangsung di dalam dunia
virtual-bukannya tidak memberikan efek psikologis di dunia nyata (2010:300).
Hal tersebut telah terjadi pada cerpen Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah.
Terdapat relasi kuasa pada cerpen tersebut. Pertama, antara tokoh janda Pak Sarmin
dengan Pak Lurah. Kedua, antara Pak Lurah dengan warga desa. Ketiga antara Istri Pak Lurah dengan warga desa. Beberapa
relasi kuasa tersebut nampaknya telah mempengaruhi psikologis tokoh yang
merasakan bahwa dirinya terjajah. Ada yang bergerak untuk melawan bentuk
penjajahan tersebut, namun ada pula yang diam saja dan tinggal di tempat
sebagai pihak terjajah, karena alasan ketidakberdayaan. Ketiga relasi kuasa tersebut
dapat dengan sendirinya muncul dengan beberapa penjelasan dan kutipan di bawah ini
“Penduduk serba
khawatir. Setelah berulang kali dipanggil Pak Lurah ke kantor, mereka terpaksa
melepaskan tanahnya karena batas-batas di sekitarnya sudah dimiliki pihak
pengembang perumahan. Tanah mereka memang bisa terkurung kalau tidak segera
dijual. Mereka makin tidak punya daya tawar. Kadang-kadang pihak pengembang
perumahan malah langsung menimbun tanah penduduk yang belum terbeli sehingga
batas-batasnya menjadi hilang. Yang terakhir ini telah menimpa sawah milik
janda Pak Sarmin. Cara yang menjijikkan.” (Anwar, 2017:17)
“… tanah desa
yang sering dipakai sepak bola para pemuda kabarnya sudah ditancapi patok-patok
oleh pengembang perumahan. Memang tanah itu belum berbentuk lapangan, tapi
tanah kosong di tepi persawahan yang sudah lama diketahui sebagai kas desa itu
bukanlah milik pribadi. Sasat itu juga aku, Bakrul, Paiman, dan beberapa orang
meluncur membuktikan kebenaran berita itu. Dan benarlah adanya. Tanah kosong
itu sudah ditancapi kayu-kayu warna merah sebagai pembatas. Tanpa berpikir
panjang, kami mencabuti kayu-kayu itu. Warga yang lain ikut berdatangan dan
berjanji akan mempertahankan tanah itu sebagai fasilitas umum. Secara sepontan
warga memasang sepanduk di lokasi dengan tulisan ”Ini tanah kas desa. Milik semua warga. Kami akan mempertahankannya.””
(Anwar, 2017:19)
“…Meski taka da waktu tanpa rasan-rasan alias bergunjing, kami memilih
diamnketika ada Pak Lurah lewat. Ini berbeda ketika yang lewat adalah istrinya.
Orang-orang berdehem, pura-pura batuk ketika ada istri Pak Lurah lewat…. Tapi,
di belakang dari arah istri Pak Lurah, orang-orang itu memberi isyarat gerakan
membuat gelembung di dadanya…” (Anwar,
2017:15)
“… memang, Pak Lurah dan istrinya bisa serba salah.
Apa pun yang dikatakan dijamin tidak dapat menyakinkan tanpa bukti fisik. Sungguh
tidak mungkin istri pak lurah diminta membuka dadanya untuk membuktikan ada
tahi lalatnya atau tidak,” (Anwar, 2017:20)
Dari kutipan
cerpen diatas, terlihat bahwa terdapat relasi kuasa antar tokoh. Ada yang
melakukan perlawaan, namun ada pula yang hanya diam tak melakukan perlawanan,
entah karena tidak berdaya atau memang ingin menutupi kebenaran yang ada.
Subaltern
Masyarakat
Subaltern merupakan masyarakat yang tidak berdaya karena tekanan atau masyarakat yang
terkucilkan. Dalam cerpen tahi lalat di dada istri pak lurah ini terdapat
masyarakat subaltern, dimana mereka merasa tertekan atas apa yang dilakukan
oleh pak lurah.
“…Selama
menjabat, tidak sedikit warga yang kehilangan sawah ladangnya dan berganti
dengan perumahan mewah. Warga yang tanahnya berada di tempat strategis, melalui
Pak Bayan atau sekretaris desa, dirayu untuk menjual tanahnya dengan harga yang
lumayan mahal…” (Anwar,2017:16)
“ ”Kalau tidak
mau menjual akan dipagari oleh pihak pengembang perumahan,” begitulah kata-kata
intimidasi yang dilontarkan Pak Bayan kepada penduduk.” (Anwar, 2017:17)
“Penduduk serba
khawatir. Setelah berulang kali dipanggil Pak Lurah ke kantor, mereka terpaksa
melepaskan tanahnya karena batas-batas di sekitarnya sudah dimiliki pihak
pengembang perumahan. Tanah mereka memang bisa terkurung kalau tidak segera
dijual. Mereka makin tidak punya daya tawar. Kadang-kadang pihak pengembang
perumahan malah langsung menimbun tanah penduduk yang belum terbeli sehingga
batas-batasnya menjadi hilang. Yang terakhir ini telah menimpa sawah milik
janda Pak Sarmin. Cara yang menjijikkan.” (Anwar, 2017:17)
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa
tak hanya janda Pak Sarmin
saja yang menjadi pihak yang terjajah peranannya, melainkan juga warga desa lain.
Ambivalensi
dan Ambiguitas
Ashcroft
menyatakan bahwa ambivalensi diadaptasi dari teori wacana diskursus kolonial
Homi Bhabha yang mendeskripsikan kompleksitas perpaduan antara penerimaan dan
penolakan yang mencirikan hubungan antara penjajah dan terjajah. Relasi yang
ambivalen muncul disebabkan oleh perilaku subjek kolonial yang bukan hanya dan
secara lengkap menentang kolonial. Subjek kolonial di satu sisi menerima
kekuasaan tetapi di sisi lain mereka melawan (dalam Yasa, 2012: 230).
Konsep
ambivalensi dalam Tahi Lalat di dada istri Pak Lurah terdapat pada beberapa
tokoh. Pertama, tokoh Aku yang awalnya tidak memilih Pak Lurah saat
pencoblosan. Di sisi lain, setelah hal tersebut terjadi, Aku menerima bahwa
yang tidak ia pilih saat ini telah menjadi Lurah ditempatnya jadi si “Aku” harus
menerimanya. Di sinilah letak pengaruh psikologis yang dialami tokoh Aku.
Hanafi mendapatkan penjajahan dari Pak Lurah, di sisi lain ia merasa ada pihak
lain yang patut untuk dijajah yaitu istri Pak Lurah. Istri Pak lurah dirasa
tokoh “Aku” sebagai tokoh yang tidak mempunyai kekuatan untuk melawan sama
sekali, karena tuduhan yang telah dilontarkan dan dibicarakan oleh banyak orang
di wilayah desa bahkan sampai keluar desa. Sehingga tokoh “Aku” dan juga warga
lain yang tidak suka dengan Pak Lurah dapat bersikap menjajah istri Pak Lurah
sebagai tindakan perlawanan atas penjajahan yang dilakukan terhadap dirinya dan
Warga.
Disamping
Ambivalensi terdapat pula ambiguitas, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ambiguitas diartikan
sebagai sifat atau hal yang bermakna dua, ketidaktentuan; ketidakjelasan. Dalam
cerpen ini terdapat ketidakjelasan mengenai berita tahi lalat yang terdapat
pada dada istri Pak Lurah. Berita tersebut menyebar secara luas dilingkungan
masyarakat dan menjadi bahan gosip warga. Tetapi kebenaran mengenai keberadaan
tahi lalat tersebut masih belum jelas, dan berita mengenai tahi lalat tersebut
juga tidak pasti siapa yang pertama kali meneybarkan berita tersebut. seperti
yang terdapat dalam kutipan dibawah ini:
“… memang, Pak Lurah dan istrinya bisa serba salah.
Apa pun yang dikatakan dijamin tidak dapat menyakinkan tanpa bukti fisik.
Sungguh tidak mungkin istri pak lurah diminta membuka dadanya untuk membuktikan
ada tahi lalatnya atau tidak,” (Anwar, 2017:20)
“… Tidak penting
apakah di dada istri pak lurah ada tahi lalatnya atau tidak. Disebelah kiri
atau kanan juga tidak penting. Sebesar biji randu atau sebesar kelapa pun tak
masalah. Yang menjadi sangat rawan adalah, bila memeng benar-benar ada, kok
sampai ada yang mengetahui hal itu. Siapa pun yang mengetahui tahi lalat di
tempat rahasia itu pasti dia adalah orang yang memiliki hubungan khusus dengan
istri pak lurah. Bila ditafsirkan lagi, kabar itu tersebar sekarang kemungkinan
diketahuinya juga belum lama. Artinya, perempuan itu sudah menjadi istri pak
lurah ketika menjalin hubungan khusus dengan orang tadi.” (Anwar, 2017:21)
Diaspora
Salah satu
penemuan penting dari studi wacana kolonial adalah diaspora. Istilah diaspora
merupakan istilah lain dari perpindahan. Perpindahan yang terdapat dalam cerpen
tahi lalat di dada istri pak lurah yaitu perpindahan tempat yang dialami ibu
Hanafi dari kota tempat tinggalnya ke kota tempat Pak Lurah tinggal.
Perpindahan tersebut tidak semata-mata dilakukan, terdapat relasi kuasa yang
terjadi. Pemegang kuasa dalam hal ini adalah tokoh Pak Lurah, karena Pak Lurah
pada saat itu memegang karir di kota tempat tinggalnya. Istri Pak Lurah menjadi
seseorang yang mau tidak mau harus mengikuti kehendak pemegang kuasa.
Cerpen Tahi
Lalat Di Dada Istri Pak Lurah karya
Shoim Anwar menunjukkan dimana kaum perempuan digunakan sebagai bahan untuk
menjatuhkan orang lain. Eksistensi kaum perempuan tidak diakui secara
menyeluruh, bahkan masih terlihat dan terdengar samar-samar dalam ranah
masyarakat.
Demikianlah
analisis postkolonial yang terdapat Cerpen Tahi Lalat Di Dada Istri Pak Lurah karya Shoim Anwar ini
dianggap tepat untuk dianalisis melalui teori-teori postkolonial karena menampilkan
problematika kehidupan yang melingkupi indikasi pengirim-penerima, penjajah-dijajah,
penindas-tertindas, emosinalitas-intelektualitas.
PENUTUP
Cerpen
tahi lalat di dada istri pak lurah memperlihatkan suasana
relasi kuasa antar tokohnya. Berbagai masalah politik menjadi dasar yang menyeluruh terkait
dengan cerpen. Beberapa relasi kuasa
yang terdapat dalam cerpen
nampaknya telah mempengaruhi psikologis tokoh yang merasakan bahwa dirinya
terjajah. Ada yang bergerak untuk melawan bentuk penjajahan tersebut, namun ada
pula yang diam saja dan tinggal di tempat sebagai pihak terjajah, karena alasan
ketidakberdayaan. Permasalahan
yang mencakup pada novel ini di antaranya relasi kuasa, subaltern, ambivalensi,
ambiguitas, dan diaspora. Berbagai permasalahan tersebut mendukung cerpen ini untuk dikaji
secara mendalam melalui analisis postkolonial.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,
M. Shoim. 2017. Tahi Lalat di Dada Istri
Pak Lurah. Lamongan:
Pustaka Ilalang.
Bandel, Katrin. 2006. Sastra,
Perempuan, dan Seks. Yogyakarta: Jalasutra.
Foulcher, Keith dan Tony Day. 2008.
Sastra Indonesia Modern Kritik Postkolonial edisi revisi ‘clearing a space’.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Piliang, Yasraf Amir. 2004.
Post-realitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Post-metafisika. Yogyakarta:
Jalasutra.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori,
Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga
Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yasa, I Nyoman. 2012. Teori Sastra
dan Penerapannya. Bandung:
Karya Putra
Darwati.
Komentar
Posting Komentar